Dalam berbagai pemberitaan media, persoalan kekayaan intelektual (KI) sering terjadi di
Indonesia. Menurut Pasal special 301 Report yang diterbitkan oleh United States Trade
Representative 
(USTR) pada 28 April 2022 menunjukkan bahwa Indonesia masih berstatus Priority
Watch List
 (PWL). PWL merupakan daftar negara yang memiliki tingkat pelanggaran kekayaan
intelektual (KI) yang cukup berat. Dalam catatan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual
menyatakan bahwa tercatat 138 data aduan pelanggaran KI yang ditangani DJKI sejak 2019 hingga
Juni 2022. Serta jumlah kerugiaan negara akibat pelanggaran kekayaan intelektual sejak 2015-
2020 sebesar 291 triliun rupiah. Hal ini karena masih minimnya pemahaman masyarakat mengenai
kekayaan intelektual (KI) yang menyebabkan tingginya pelanggaran kekayaan intelektual.

Salah satu sengketa kekayaan intelektual yang menjadi sorotan saat ini yaitu mengenai kontrak
kerja antara perusahaan dengan karyawan atau mantan karyawan di bidang hak cipta.
Permasalahan hak cipta yang dimaksud antara lain desain gambar, karya tulis, maupun perangkat
lunak. Dikutip dari DJKI menyatakan bahwa beberapa mantan karyawan yang memproduksi karya
kreatif merasa dirugikan saat hak karya ciptaannya digunakan oleh perusahaan untuk kepentingan
komersial di luar waktu yang diperjanjikan dalam kontrak dan dalam bentuk yang sebelumnya
tidak disepakati dalam suatu perjanjian kerja. Tanggapan Direktur Hak Cipta dan Desain Industri,
Anggoro Dasananto menyebutkan bahwa pencipta (kreator) memiliki hak moral dan ekonomi atas
karyanya. Oleh karena itu, calon karyawan dan karyawan, serta perusahaan perlu memahami
terlebih dahulu aturan terkait dengan hak kekayaan intelektual antara pengusaha, calon karyawan
dan karyawan. Selain itu, karyawan dan perusahaan perlu memahami klausul atau substansi
kontrak perjanjian secara jelas.

Berkaitan dengan itu, maka perlu pemahaman terkait penjelasan pengalihan hak kekayaan
intelektual kepada kedua belah pihak. Jika ditinjau dalam Pasal 34 Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2014 tentang Hak Cipta menyebutkan bahwa:
Pasal (34)
“Ciptaan dirancang oleh seseorang dan diwujudkan serta dikerjakan oleh orang lain di bawah
pimpinan pengawasan orang yang merancang, yang dianggap Pencipta yaitu orang yang
merancang ciptaan”.

Pengaturan diatas menunjukkan bahwa pihak yang merancang ciptaan (perusahaan) merupakan
pencipta meskipun dikerjakan oleh karyawan. Oleh karena itu, undang-undang memberikan ruang
bagi para pihak untuk mengatur hal tersebut. Pada dasarnya, perusahaan mempunyai hak mengatur
pengalihan hak cipta berkaitan dengan aturan-aturan internal yang dibuat oleh perusahaan yang
tersedia di kontrak kerja atau perjanjian setelah pekerja sudah resign dari perusahaan. Sementara
itu, apabila dalam hal perusahaan tidak mencantumkan pengalihan hak cipta dalam perjanjian kerja
maka hak cipta atas produk tersebut secara penuh akan melekat pada si pekerja. Himbauan penting
lainnya bahwa setiap pekerja dan perusahaan agar berlandaskan pada perjanjian yang disepakati
dan ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini bertujuan untuk memperhatikan klausul yang dibuat
perusahaan dan mencegah timbulnya sengketa bagi para pihak di kemudian hari.

Ketentuan di atas juga berlaku bagi pekerja lepas (freelancer) yang membuat suatu karya dalam
bekerja. Pengaturan terkait dengan freelancer dalam hak cipta diatur dalam

Pasal 36 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014, sebagai berikut:

“Kecuali diperjanjikan lain, Pencipta dan Pemegang Hak Cipta atas Ciptaan yang dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan yaitu pihak yang membuat Ciptaan”.

Pasal tersebut menghimbau freelancer untuk
memperhatikan beberapa hal, antara lain; (1) ketentuan suatu karya cipta yang dibeli putus atau
dibayar royalti; (2) hak dan kewajiban selama proses dan pasca pembuatan karya; dan (3) jangka
waktu pemberian lisensi, serta ketentuan lainnya.

Dalam mengatasi persoalan-persoalan kekayaan intelektual yang dapat terjadi bagi pekerja atau
para freelancer maka disarankan melakukan pencatatan karya di Direktorat Kekayaan Intelektual
(DJKI). Hal ini bertujuan untuk melindungi karya milik pencipta dan memberikan bukti yang kuat
atas kepemilikan karya pencipta untuk mencegah pelanggaran kekayan intelektual dan sengketa
kepemilikan karya. Berkaitan dengan prosedur pendaftaran maka perlu memahami secara detail
pengaturan hukum yang berlaku.

Setiap jenis kekayaan intelektual memiliki tingkat perlindungan yang berbeda. Misalnya hak cipta,
di mana perlindungan timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah ciptaan
diwujudkan dalam bentuk nyata menurut Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014. Hak
Cipta timbul dengan sendirinya meskipun tidak terdaftar pada Direktorat Jenderal Kekayaan
Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (DJKI
Kemenkumham). Hak Cipta hanya dapat diklaim melalui pengumuman seperti pembacaan,
penyiaran, pameran, penjualanan, pengedaran, atau penyebaran suatu ciptaan dengan
menggunakan alat apapun, termasuk media internet atau dilihat orang lain. Namun pencatatan hak
cipta menjadi penting untuk pembuktian dan mencegah terjadi sengketa. Berkaitan dengan itu,
UU Hak Cipta mengatur mekanisme dan prosedur dari pencatatan hak cipta. Pemilik karya
melakukukan permohonan, maka pihak DJKI akan melakukan pemeriksaan formalitas berkaitan
dengan dokumen seperti KTP, NPWP, atau salinan surat kuasa. Serta pemeriksaan substantif
hanya dilakukan atas hak cipta yang sudah didaftarkan.

Lebih lanjut, pelanggaran atas hak cipta akan mengakibatkan sanksi hukum berupa ganti rugi dan
sanksi pidana. Berdasarkan Pasal 96 ayat (1) UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
menyatakan bahwa pencipta, pemegang hak cipta, dan/atau pemegang hak terkait atau ahli
warisnya yang mengalami kerugian hak ekonomi dapat mengajukan ganti rugi. Penggantian rugi
ini kemudian akan dibayarkan dan dicantumkan dalam putusan mengenai pelanggaran Hak Cipta
dan Hak Terkait.

Dari penjelasan di atas, maka kita perlu berhati-hati dalam menggunakan suatu karya dari hasil
pemikiran seseorang. Hal ini karena pada setiap suatu karya dilindungi dalam peraturan
perundang-undangan. Dengan demikian, orang yang menciptakan suatu karya dapat mengklaim
sebagai pencipta dan pemegang hak cipta atas karya. Pengecualiannya yaitu apabila ada perjanjian
yang menentukan siapa pemegang hak ciptanya. Selain itu, kekayaan intelektual sebagai suatu hak
menikmati secara ekonomis yang timbul dari hasil kreativitas yang menghasilkan suatu produk
atau proses yang berguna untuk manusia. Oleh karena itu, penting untuk melakukan pendaftaran
hak kekayaan intelektual yang bertujuan untuk keperluan pembuktian hukum yang kuat ,
mencegah pelanggaran kekayaan intelektual dan menjamin kepastian hukum di Indonesia.

Begitu penjelasan mengenai kepemilikan hak cipta karya antara pekerja dan freelancer dan
pelindungan kekayaan intelektual di Indonesia, selain itu Anda dapat dapat mengupdate artikel
lainnya di alverna.c.o.id

.

Leave a comment