Mixue merupakan brand yang memiliki produk utama berupa aneka es krim dan minuman. Franchise Mixue bahkan sudah tersebar di berbagai wilayah di Tanah Air. Perusahaan waralaba ini menjual es krim soft serve dan beragam minuman menyegarkan lainnya. Mixue merupakan bisnis waralaba es krim yang dirintis seorang pemuda bernama Zhang Hongchao pada tahun 1999. Meski demikian, Zhang Hongchao telah mengawali bisnisnya sendiri sejak 1997 dengan menjual es serut. Berawal dari sebuah toko kecil di Distrik Zhengzhou, Provinsi Henan, bisnis Hongchao ini mengalami perkembangan pesat hingga tersebar ke berbagai negara. Setelah lebih dari satu dekade, perusahaan Mixue pun akhirnya memiliki pabrik dan rantai pasoknya sendiri. Sejak dijadikan sebuah bisnis waralaba, gerai Mixue pun menjamur di mana-mana. Tak hanya di China, Mixue bahkan memiliki gerai hingga negara-negara Asia Tenggara seperti Vietnam, Filipina, Singapura, Malaysia, hingga Indonesia. Mixue sendiri pertama kali hadir di Indonesia pada 2020 dengan gerai pertamanya berada di pusat perbelanjaan Cihampelas Walk, Bandung. Sementara itu, menurut data terbaru, per Maret 2022 jumlah gerai Mixue di Indonesia sebanyak 317 toko. Jumlah gerai ini pun kemungkinan bertambah setiap harinya. Adapun total gerai Mixue secara keseluruhan berjumlah 22.276 di seluruh dunia. Menurut Nikkei Asia, total angka tersebut bahkan diprediksi akan terus bertambah hingga 30.000 gerai di penghujung 2022 ini. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa Mixue menjadi viral. Gerainya tersebar di mana-mana hingga tak sedikit netizen yang menyebut bahwa gerai Mixue bisa ditemukan di setiap tikungan. Selain itu, alasan lain mengapa brand es krim ini bisa viral adalah karena harganya yang relatif terjangkau. Harga produk dari Mixue terbilang murah jika dibandingkan dengan brand es krim dalam kategorinya. Mixue secara masif memperluas jaringan bisnisnya di Indonesia. Terpantau gerai es krim Mixue telah bertebaran hampir di seluruh wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Meski telah menyebar luas, diketahui Mixue Indonesia belum mengantongi sertifikat halal sebagai penjamin produk mereka aman dikonsumsi oleh umat Muslim.

Terkait hal ini, melalui akun Instagram resmi perusahaan, Mixue Indonesia memberi jawaban. Perusahaan milik Zhang Hongchao itu membenarkan bahwa produk mereka belum memiliki sertifikat halal. Namun, mereka menyebut, seluruh bahan yang digunakan Mixue seperti bubble tea, fruit tea, milkshake, dan produk es krim bukan berarti tidak halal. sertifikasi halal telah mereka urus sejak 2021 lalu, namun hingga kini proses tersebut belum sepenuhnya rampung. Lantas mereka memaparkan alasan mengapa proses tersebut cukup lama. Hal ini dikarenakan 90% bahan baku yang Mixue gunakan diimpor dari China, sehingga semua proses pengecekan harus dilakukan langsung oleh pihak berwenang di negara tersebut (Shanghai Al-Amin). Selain itu sumber bahan baku tidak terpusat seluruhnya di satu kota sehingga proses sertifikasi halal tidak hanya mengenai komposisi, namun juga termasuk sumber bahan baku dan proses yang dilalui.

Apakah sertifikasi halal wajib di Indonesia?

Hal ini sesuai dengan beberapa aturan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2019 sebagai berikut. “Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.”

Sertifikasi halal merupakan salah satu hal yang dipertimbangkan oleh konsumen muslim khususnya dalam memiliki produk. Pasalnya, tidak semua produk konsumsi yang beredar di pasaran memenuhi kategori halal sebagaimana yang disyariatkan agama Islam. Maka dari itu, perusahan atau produsen perlu memahami mana saja yang termasuk kategori produk yang wajib bersertifikasi halal untuk mendukung keberlangsungan bisnisnya. Di sisi lain, hal ini juga akan memberi rasa aman dan nyaman bagi para konsumen dalam memenuhi kebutuhan hidupnya melalui produk yang diambil nilai manfaatnya.

Pemerintah mengatur hal-hal yang berkaitan dengan sertifikasi halal melalui beberapa produk hukum seperti berikut.

  • Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal
  • Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal
  • Keputusan Menteri Agama Nomor 982 tahun 2019
  • Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal

Adapun beberapa poin penting umum yang dapat di-highlight—dalam kaitannya mengenai produk-produk yang wajib mempunyai sertifikasi halal adalah sebagai berikut.

  • Produk adalah barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat.
  • Produk Halal adalah produk yang telah dinyatakan halal sesuai dengan syariat Islam.
  • Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) merupakan badan yang dibentuk oleh pemerintah sebagai pihak untuk menyelenggarakan Jaminan Produk Halal (JPH).
  • Sertifikat Halal merupakan pengakuan kehalalan sebuah produk yang dikeluarkan oleh BPJPH yang didasarkan fatwa halal tertulis yang dikeluarkan oleh MUI.

Sesuai aturan dalam Pasal 68 Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2019, produk yang wajib mempunyai sertifikat halal pada dasarnya terdiri atas dua jenis utama, yakni barang dan jasa.

Barang yang harus bersertifikasi halal adalah:

  • Makanan dan minuman
  • Obat
  • Kosmetik
  • Produk kimiawi
  • Produk biologi
  • Produk rekayasa
  • Barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan (barang yang dimaksud adalah barang yang berasal dari dan/atau mengandung unsur hewan, baik penggunaannya adalah untuk sandang, aksesori, peralatan rumah tangga, kemasan makanan dan minuman, alat tulis dan perlengkapan kantor, hingga perlengkapan yang dimanfaatkan sebagai alat kesehatan).

sertifikasi halal dikeluarkan oleh BPJPH sejak tahun 2019. Setidaknya, ada empat tahapan yang dilalui pelaku usaha untuk mendapat sertifikasi halal. Berikut tahapannya:

1.      Ajukan permohonan

Tahap pertama, pelaku usaha baik usaha mikro, kecil, menengah, maupun perusahaan besar mengajukan permohonan sertifikasi halal dengan mendaftar online melalui laman https://ptsp.halal.go.id. Dalam laman tersebut, pelaku usaha harus menyertakan dokumen pelengkap seperti data pelaku usaha, nama dan jenis produk, daftar produk dan bahan yang digunakan, pengolahan produk, dan dokumen sistem jaminan produk halal. “Melakukan pengajuan permohonan kepada BPJPH, harus melalui BPJPH. Kemudian melengkapi dokumen yang diperlukan, sekarang sudah online base,” ucap Mastuki.

2.      Memilih LPH

Setelah dokumen disubmit, BPJPH kemudian memeriksa kelengkapan dokumen tersebut. Jika dokumen sudah lengkap, BPJPH akan mengirimkan notifikasi kepada pelaku usaha untuk memilih Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Saat ini, ada 3 LPH yang tercantum dalam sistem, termasuk LPPOM MUI. Dalam tahap ini, proses memakan waktu sekitar dua hari kerja.

3.      Pemeriksaan oleh LPH

Setelah memilih LPH, lembaga tersebut bakal memeriksa dan menguji kehalalan produk yang kamu daftarkan. Karena memeriksa dan menguji, prosesnya memakan waktu sekitar 15 hari kerja. “Maka ada waktu yang diberikan kepada LPH untuk melakukan pemeriksaan dan pengujian terhadap produk,” sebut Mastuki.

4.      Mendapat ketetapan halal

Setelah diperiksa dan dinyatakan halal, maka LPH akan menyampaikan kepada MUI untuk mendapat penetapan kehalalan produk melalui sidang fatwa yang digelar. Prosesnya butuh waktu 3 hari kerja. Pada saat yang sama, hasil pemeriksaan dan pengujian LPH juga disampaikan kepada BPJPH untuk mendapat sertifikasi halal. Bila sidang fatwa MUI menyatakan produk yang didaftarkan halal, maka BPJPH juga akan menerbitkan sertifikat halal yang memakan waktu sekitar 1 hari kerja. “Setelah dinyatakan kehalalan oleh MUI, BPJPH akan mengeluarkan legalitas halal, berupa sertifikat halal dan label halal yang akan dipasang di kemasan produk pelaku usaha.

Syarat Sertifikasi Halal Gratis

Usaha mikro terpilih akan mendapatkan fasilitas pendaftaran tanpadipungut biaya dengan memenuhi persyaratan yaitu:

  • Memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB)
  • Memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK)
  • Memiliki alamat domisili yang jelas
  • Mengisi formulir pendaftaran online di tautan berikut bit.ly/Sertifikat_Halal_UMI
  • Berkriteria usaha mikro, yaitu modal usaha kurang dari Rp 1 miliar (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) dan hasil penjualan tahunan kurang dari Rp 2 miliar
  • Memiliki paling sedikit 1 jenis produk dan sudah memiliki pasar yang sudah diproduksi secara kontinu selama 1 tahun
  • Memiliki website/media sosial
  • Mengikuti prosedur yang ditetapkan sesuai ketentuan berlaku
  • Menyertakan nama produk
  • Memiliki Sertifikat SPP-IRT
  • Daftar produk dan bahan yang digunakan
  • Proses pengolahan produk
  • Pernyataan pelaku UMI yang memuat ikrar/akad kehalalan produk dan bahan yang digunakan serta PPH (Proses Produk Halal)

Leave a comment